Benci rasanya menjadi dewasa. Aku semakin tua, dia semakin tua juga, dan mereka yang kucinta jadi tiada. Aku, dia, mereka, semua bahkan, terlahir dari ketiadaan dan berakhir dengan ketiadaan pula. Lalu, dimana cinta berasal ketika semua hanya tak ada?
Aku benci beranjak dewasa!!!
Melihat dunia dari sisi-sisi ke-sok-tahu-annya, aku benci sok mengerti dengan teori-teori dunia. Aku lari dari keluarga yang tak pernah dewasa, aku mencari dewasa di alam yang bersahabat dengan hitam, aku memaknai sendiri dewasa, lalu aku mengerti, jika aku kehilangan cinta.
Aku telah dewasa, katanya, dan aku benci.
Aku berlari mengejar cinta yang hilang, mencoba meminta pada setiap orang, supaya mereka menggantikan bapakku, ibuku, atau Tuhan (mungkin!). Aku hitam. Ya! Kawan, aku hitam. Hitam merindu, haus marah ibu, aku lapar canda ayah. Ah, mungkin aku tak pernah merasakannya (hanya pikrku)
Aku kemudian berdiam, mencari cinta itu, si hilang. Aku tak merasa. Hari ini aku ingin bertemu Tuhan. Aku ingin bertanya dan minum kopi bersama-Nya. Aku ingin bercanda dengan Tuhan. Apa Tuhan sedang main petak umpet denganku? Ia menyembunyikan ribuan cinta yang kudapat kala aku tak dewasa. Ah, Tuhan terlalu sibuk dengan detak nadiku.
Aku berjalan-jalan pada rindu rindu itu, mereka mengantarkanku pada peti berdebu di palung hatiku. Sebuah peti memori, aku menangis lirih membukanya. Aku harus menyadari, ketika Ibu setia memangku janinku selama lebih dari 200 hari, Ibu dengan penuh cinta berteriak semangat ketika aku menangis pertama kali terbebas dari rahimnya. Ibu tidak berpeluh mengurusiku, dari tangisan pertamaku sampai ribuan tangisnya karenaku, Aku menyadarinya sekarang...Ibu memberiku banyak cinta yang tak ku sadari.
Pada Bapak, aku pun harus menyadari, Ia memperkenalkanku Tuhan ketika aku menghirup udara pertama kali di dunia, Bapak menggendongku, mengelap air mata di pipi ku ketika aku menagis, Bapak teman bermainku.
A!kala itu...
Begitulah...
Sampai sekarang, kurang lebih hampir tujuh tahun aku kecawa dengan mereka, aku hanya ingin kembali mengingat jika mereka pernah memberiku banyak cinta. Hingga aku tumbuh menjadi dewasa yang ku benci.
Mereka pernah memberiku banyak cinta, semoga mereka dekat dengan Tuhan...
terimakasih bu, pak,
aku tidak paham dengan cinta yang kalian konsepkan sekarang.
kadang mimpi terlalu indah dan realita terasa begitu menyiksa. menjeritlah dengan kencang, menangislah sampai sesak, tertawa dan bergembiralah sesuka hati. nikmat bukan? inilah Ruang Imaji. Tempat dimana hanya Tuhan, hati, dan pikiranmu saja yang tahu.
Kamis, 05 Mei 2011
Rabu, 04 Mei 2011
Ragu
"Tuhan, aku hidup tapi merasa mati..."
Kini, perasaan pesimis menghantui hatiku. Ia mengobrak-abrik semua mimpi yang tersusun rapi berwarna. Karena cinta yang tak pernah menyatu pada jiwa, aku jadi selalu kalah diakhirnya "KAU TAK PANTAS", itu buatku, dan entah kata siapa. Kata si Pesimis kah? atau malah kata hatiku?
Aku yang mengunundang, bahkan kutanam sebuah harapan palsu, pada memori yang bersatu dengan khayal. Aku berlari sendiri tanpa cinta. Ibu, Bapak, Kakak, Adik, atau Kawan, aku kecewa, ah mengecewakan.
Langit menghiburku dengan hujan, dengan sapaan yang mendung. Hatiku mendingin, meratapi sesuatu yang orang tertawakan. Aku malu pada AKU. Aku malu pada seribu WAJAH ku. Aku malu pada CINTA ku. Aku malu, pada semuanya yang tak pernah orang tahu, yang tidak terselesaikan.
Hitam yang paling hitam, berkeliling berputar di mimpiku yang berantakan. Meminta menjadi putih, memaksa dijadikan putih, menamparku dengan merah. Aku tersiksa oleh warna putih, karena Ia merasa paling paling benar. Aku terpaksa mencari putih. Benci Aku, pada Aku.
Kemudian, aku diam dan mati. Dimanakah si Hidup? Ah. Ia dicuri si hitam, entah hitam yang mana. Hidupku DICURI!!! ah, tapi aku lupa, apa aku yang sengaja memberikannya pada si Hitam?. Lama aku mati, tertawa-tawa sendiri dengan rindu yang tak pernah terbalaskan. Aku benci, pada AKu.
Hitam, hitam, hitam, ia memaksaku. Memberi putih, dan aku tak punya. Aku memberi abu-abu.
AKU MEMBERI ABU-ABU, dan mimpiku teracak hitam.
Tuhan, tolong pegang hidupku.
--> aku butuh cinta. 0505111336
Kini, perasaan pesimis menghantui hatiku. Ia mengobrak-abrik semua mimpi yang tersusun rapi berwarna. Karena cinta yang tak pernah menyatu pada jiwa, aku jadi selalu kalah diakhirnya "KAU TAK PANTAS", itu buatku, dan entah kata siapa. Kata si Pesimis kah? atau malah kata hatiku?
Aku yang mengunundang, bahkan kutanam sebuah harapan palsu, pada memori yang bersatu dengan khayal. Aku berlari sendiri tanpa cinta. Ibu, Bapak, Kakak, Adik, atau Kawan, aku kecewa, ah mengecewakan.
Langit menghiburku dengan hujan, dengan sapaan yang mendung. Hatiku mendingin, meratapi sesuatu yang orang tertawakan. Aku malu pada AKU. Aku malu pada seribu WAJAH ku. Aku malu pada CINTA ku. Aku malu, pada semuanya yang tak pernah orang tahu, yang tidak terselesaikan.
Hitam yang paling hitam, berkeliling berputar di mimpiku yang berantakan. Meminta menjadi putih, memaksa dijadikan putih, menamparku dengan merah. Aku tersiksa oleh warna putih, karena Ia merasa paling paling benar. Aku terpaksa mencari putih. Benci Aku, pada Aku.
Kemudian, aku diam dan mati. Dimanakah si Hidup? Ah. Ia dicuri si hitam, entah hitam yang mana. Hidupku DICURI!!! ah, tapi aku lupa, apa aku yang sengaja memberikannya pada si Hitam?. Lama aku mati, tertawa-tawa sendiri dengan rindu yang tak pernah terbalaskan. Aku benci, pada AKu.
Hitam, hitam, hitam, ia memaksaku. Memberi putih, dan aku tak punya. Aku memberi abu-abu.
AKU MEMBERI ABU-ABU, dan mimpiku teracak hitam.
Tuhan, tolong pegang hidupku.
--> aku butuh cinta. 0505111336
Senin, 25 April 2011
Cinta Menyapaku, lagi...
Untuk empat belas pagi yang tak kau temui,
Untuk dua pekan dengan sapaan yang hilang,
untukmu, untukmu, untukmu,
Untuk rindu yang ku tunggu,
Engkau!
Ya, engkau, yang bersembunyi pada setiap angin yang meniupku,
Kau menggodaku dengan rindu itu.
Apa Kau sengaja memaksaku sepi selama itu?
Ah...
Kau khamir yang berlebihan bagi wanita pemimpi seperti aku,
Kau coba rasa pada detak pemompa darah ini, dag dig dug. dag dig. dug, mereka berlarian tak tentu patokan, hanya karena Kau memandang Aku.
Kemudian, tolong Kau pahami hatiku, ia mencipta rasa yang tak terdefinisikan, ia merekam setiap simpulan senyum darimu, terus, terus, semakin tak terdefinisi,
Kau harus merasa, sapamu memabukkan aku. pertanyaan-pertanyaan bodohmu itu, sungguh melemahkan logikaku.
Coba kau rasa hati dan nadiku ini...
Aku menikmati jiwamu,
setiap permainan mata, senyum, dan asa,
kujadikan itu dosa terindah,
Aku mendefinisikan Kau,
Kau kudefinisikan,
hanya padamu jantung ini malu,
Cinta, aku pun malu.
Aku hanya cinta.
Tak peduli kau sudah berpunya.
Untuk dua pekan dengan sapaan yang hilang,
untukmu, untukmu, untukmu,
Untuk rindu yang ku tunggu,
Engkau!
Ya, engkau, yang bersembunyi pada setiap angin yang meniupku,
Kau menggodaku dengan rindu itu.
Apa Kau sengaja memaksaku sepi selama itu?
Ah...
Kau khamir yang berlebihan bagi wanita pemimpi seperti aku,
Kau coba rasa pada detak pemompa darah ini, dag dig dug. dag dig. dug, mereka berlarian tak tentu patokan, hanya karena Kau memandang Aku.
Kemudian, tolong Kau pahami hatiku, ia mencipta rasa yang tak terdefinisikan, ia merekam setiap simpulan senyum darimu, terus, terus, semakin tak terdefinisi,
Kau harus merasa, sapamu memabukkan aku. pertanyaan-pertanyaan bodohmu itu, sungguh melemahkan logikaku.
Coba kau rasa hati dan nadiku ini...
Aku menikmati jiwamu,
setiap permainan mata, senyum, dan asa,
kujadikan itu dosa terindah,
Aku mendefinisikan Kau,
Kau kudefinisikan,
hanya padamu jantung ini malu,
Cinta, aku pun malu.
Aku hanya cinta.
Tak peduli kau sudah berpunya.
Senin, 18 April 2011
Bocah Alam, Untuk Ikbal Saguling
Nak,
pantaskah aku memanggilmu Nak?
aku terlalu kagum padamu,
kau terlalu memaksakan bersahabat dengan mentari, kulitmu hitam dibakarnya, kau puas sekali nak. atau kau terpaksa puas?
rambutmu kasar dan keras,
aku rasa,kau bercinta dengan hujan ya?
aku melihat banyak rahasia yang ingin kau ceritakan, pada matamu yang buas luas...
aku melihat harapan yang jelas, ketika kau tertawa tak lepas, pada tawa itu, tawa yang kering terbiasa terkikir angin saguling...
kau merindu sesuatu...
teman yang berganti angin dingin,
pelukan yang berganti pohon caringin,
atau sekedar senyum...
yang selama seratus hari lebih kau limpahkan pada langit yang abstrak.
Kau hebat Nak!!!
aku tahu, kau begitu merindu...
Nak,
kadang kala, kita tak pernah mengerti, apa yang dilakukan orang dewasa itu!
Kita terlanjur menyayangi mereka, kemudian mereka pergi, dan membuat kita kecewa.
Kau pantas marah!
Teriak saja!
ANJING!SETAN!BABI!
asal kau puas dan lega!
Namun....
setelah itu, maafkanlah mereka,lupakan mereka, jadilah kau anak alam terhebat,
Nak,
ada sosok yang merindumu juga,
Kau pernah dengar surga, mungkin?
tempat yang indah seindah-indahnya,
disana, Tuhan menyimpan bidadari-bidadari baik hati,
salah satu dari bidadari itu sedang memperhatikanmu dan merindumu di surga...
kau tahu siapa bidadari itu?
dia Ibu yang mencintaimu dari jauh....
dia membisikkan cinta pada kami untuk mencintaimu,
hey anak alam saguling,
teriak, tertawa, dan bermimpilah...
Langit masih tetap abstrak...
pantaskah aku memanggilmu Nak?
aku terlalu kagum padamu,
kau terlalu memaksakan bersahabat dengan mentari, kulitmu hitam dibakarnya, kau puas sekali nak. atau kau terpaksa puas?
rambutmu kasar dan keras,
aku rasa,kau bercinta dengan hujan ya?
aku melihat banyak rahasia yang ingin kau ceritakan, pada matamu yang buas luas...
aku melihat harapan yang jelas, ketika kau tertawa tak lepas, pada tawa itu, tawa yang kering terbiasa terkikir angin saguling...
kau merindu sesuatu...
teman yang berganti angin dingin,
pelukan yang berganti pohon caringin,
atau sekedar senyum...
yang selama seratus hari lebih kau limpahkan pada langit yang abstrak.
Kau hebat Nak!!!
aku tahu, kau begitu merindu...
Nak,
kadang kala, kita tak pernah mengerti, apa yang dilakukan orang dewasa itu!
Kita terlanjur menyayangi mereka, kemudian mereka pergi, dan membuat kita kecewa.
Kau pantas marah!
Teriak saja!
ANJING!SETAN!BABI!
asal kau puas dan lega!
Namun....
setelah itu, maafkanlah mereka,lupakan mereka, jadilah kau anak alam terhebat,
Nak,
ada sosok yang merindumu juga,
Kau pernah dengar surga, mungkin?
tempat yang indah seindah-indahnya,
disana, Tuhan menyimpan bidadari-bidadari baik hati,
salah satu dari bidadari itu sedang memperhatikanmu dan merindumu di surga...
kau tahu siapa bidadari itu?
dia Ibu yang mencintaimu dari jauh....
dia membisikkan cinta pada kami untuk mencintaimu,
hey anak alam saguling,
teriak, tertawa, dan bermimpilah...
Langit masih tetap abstrak...
Kamis, 14 April 2011
Surga Pinggiran
Aku, Dia, Kita bertemu di pintu kecewa,
Pada saat cinta hilang!
Saat setiap hari jadi beban,
Saat setiap detik menjadi keluhan,
Saat Ibu tak berteriak marah,
Saat Ayah menutup mata pada senyum kita,
Kita kecewa, pada cinta…
Aku lari…
Dia sengaja lari…
Mereka, ada mereka yang terpaksa lari…
Lari bertepi di perempatan yang sama!
Ah, perempatan itu!
Segudang kecewa…
Dengan mimpi, dengan imajinasi, dengan harap.
Kita memupuk cinta bersama.
Terasa, sungguh…
Marah jadi puas yang indah,
Tangis jadi nikmat yang manis,
Tawa jadi butir-butir cinta,
Kami, Kita jadi lupa kecewa.
Di sisi rel pinggir kota, bercita-cita…
Di jalan yang tak tentu arah, tak henti menentu harap…
Pada malam yang selalu asing, mimpi itu akan jadi hiburan setia…
Kami bercinta…
Tentang kecewa, dan itu lupa!!!
Sebuah perempatan surga pinggiran kota,
Cinta.cinta.cinta
Ada di rubel sahaja…
Kemarilah,
Mari berbagi kecewa, kita beri cinta…
Pada saat cinta hilang!
Saat setiap hari jadi beban,
Saat setiap detik menjadi keluhan,
Saat Ibu tak berteriak marah,
Saat Ayah menutup mata pada senyum kita,
Kita kecewa, pada cinta…
Aku lari…
Dia sengaja lari…
Mereka, ada mereka yang terpaksa lari…
Lari bertepi di perempatan yang sama!
Ah, perempatan itu!
Segudang kecewa…
Dengan mimpi, dengan imajinasi, dengan harap.
Kita memupuk cinta bersama.
Terasa, sungguh…
Marah jadi puas yang indah,
Tangis jadi nikmat yang manis,
Tawa jadi butir-butir cinta,
Kami, Kita jadi lupa kecewa.
Di sisi rel pinggir kota, bercita-cita…
Di jalan yang tak tentu arah, tak henti menentu harap…
Pada malam yang selalu asing, mimpi itu akan jadi hiburan setia…
Kami bercinta…
Tentang kecewa, dan itu lupa!!!
Sebuah perempatan surga pinggiran kota,
Cinta.cinta.cinta
Ada di rubel sahaja…
Kemarilah,
Mari berbagi kecewa, kita beri cinta…
DIA tidak memulai...
Katakan siapa yang memulai...
DIA, DIA, dan DIA!
Lalu aku tegila-gila!
Ah, DIA!
Bahkan aku tak sadar matahari berganti.
Kemudian, DIA berjanji.
Aku menunggu.
DIA tak pernah datang!
DIA hanya MITOS.
DIA ISU.
DIA ILUSI.
DIA?
Siapa?
Tak pernah ada yang memulai!
Tapi aku mengakhiri.
DIA!
Sebenarnya tak ada.
DIA, DIA, dan DIA!
Lalu aku tegila-gila!
Ah, DIA!
Bahkan aku tak sadar matahari berganti.
Kemudian, DIA berjanji.
Aku menunggu.
DIA tak pernah datang!
DIA hanya MITOS.
DIA ISU.
DIA ILUSI.
DIA?
Siapa?
Tak pernah ada yang memulai!
Tapi aku mengakhiri.
DIA!
Sebenarnya tak ada.
Langganan:
Postingan (Atom)
tentang cinta, mimpi, harapan, ... ah, cuma cerita !