Sabtu, 13 November 2010

cermin toilet lantai dua: saksi bisu

belum juga senja.
langit pekat, udara lembab dan hati gelisah.
hanya sedikit rintik hujan dan segudang gundah
aku tertawa ceria, ku kerjakan saja apa yang ada.
sakit,
pedih,
kecewa,
bagai anak kehilangan ibunya,
bingung. bingung. bingung.
kemana tawaku selanjutnya?

aku berjalan saja diantara orang-orang yang punya rahasia,
mereka duduk dan menatapku seolah tak menginginkan keberadaanku.
sesak dadaku.
cukup!kupikir!
kalian hanya tak paham apa masalahku!
aku berlalu saja...
hati jerit sakit.

ruang itu sebuah toilet,
ruang yang kosong dan dingin.
dengan sebuah cermin yang besar!

cermin!
ya!
cermin.
ku lampiaskan saja,
tangis keluar.
ku maki sosok di cermin itu,
ku kasihani ia,
ku nasehati ia,
kemudian kami menangis bersama.
bagai pengemis kehilangan uang recehnya.
mengapa?
kenapa?
kami tak punya cita-cita!

mereka tak paham.
semua tak paham.
aku punya hal yang lebih berat dibandingkan putus dengan pacar.
aku punya hal yang lebih kompleks dibanding tugas-tugas kuliah.
aku punya hal yang sulit daripada bertengkar dengan orangtua!
aku ini...
aku.
ya!
aku...
hanya berharap secuil harap!
bisa jadi sarjana...

tak apa.
ikhlas saja.
kutunjuk-tunjuk orang di cermin itu.
tak begitu saja ikhlas..
aku begitu kecewa.
ternyata sampai disini saja.

sampai disini.
sampai senja tiba.
sampai akhirnya...
aku pergi dan melamunkan cita-cita.

mata memerah.
selamat tinggal cermin unisba...
sampai berjumpa ketika aku sudah dewasa.

berakhir...
tangis.
ceria.
tak peduli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tentang cinta, mimpi, harapan, ... ah, cuma cerita !